Munculnya drama tari Wayang Wong di Bali diperkirakan pada abad XVI (1460-1550) pada jaman Kerajaan Gelgel (Klungkung), yaitu ketika kehidupan kesenian Bali mengalami puncak kejayaannya pada jaman pemerintahan Dalem Watu Renggong. Wayang Wong dapat dibagi dalam dua jenis yaitu Wayang Wong Parwa dan Wayang Wong Ramayana. Perbedaannya terletak terutama pada dua hal yaitu Wayang Wong Parwa mengambil lakon dari wiracarita Mahabharata, sedangkan Wayang Wong Ramayana mengambil lakon dari wiracarita Ramayana. Semua pelaku (pemegang peran) dalam Wayang Wong Parwa (kecuali panakawan-panakawan) tidak memakai tapel, sedangkan Wayang Wong Ramayana sebalik-nya semua memakai tapel. Di Desa Batuan sendiri mengangkat lakon cerita Wayang Wong Ramayana. Kekhasan Wayang wong batuan terletak pada pakem-pakem gerakan penari wayang wong itu sendiri. Dalam pergelaran tari Wayang Wong ini, penari melakoni sifat-sifat dan karakter wayangnya dengan menggunakan topeng sesuai tokoh wayang yang diperankan. Selain itu dalam pertunjukan ini menggunakan bahasa kawi. Wayang wong secara tiarfiah diterjemahkan sebagai bayangan laki-laki, dan gerakan para penari dalam banyak hal meniru animasi dendeng dari wayang kulit. Sampai saat ini keberadaan wayang wong masih terlaksana pada sembilan belas pura desa termasuk Desa Batuan.